Selasa, 18 Mei 2010

setitik pesan dari sahabat

Sahabat..
hidup ini seperti air yang mengalir..
ia melewati berbagai hambatan..
namun air itu akan tetap akan melewati hambatan itu dengan sendirinya..

Sahabat..
hidup ini seperti air yang mengalir..
ia mempunyai tujuan, yaitu LAUT..
yang luas terhampar..
tapi sebelum sampai pada tujuannya ia harus melewati rintangan-rintangan serta hambatan..
bisa jadi hambatan itu akan menghadangnya didepan..
sehingga membuatnya harus menghancurkan hambatan itu.. (con: batu)

atau hambatan yang membuatnya hitam pekat, bau.. walaupun ia harus berjalan dengan lambatnya.. (perumpamaan HATI kita yang dipenuhi dengan maksiat padaNYA, dan dapat dihilangkan dengan taubat secara terus menerus sambil menyesali maksiat yang kita lakukan)
namun tetap sampailah ia ke LAUT..
--------
Sahabat..
itulah hidup bagaikan air yang mengalir..
IA (dibaca: ALLAH) tak perlu melihat cepat sampainya pada tujuan (LAUT, bagi kita SURGA)
namun yang IA lihat adalah proses untuk mencapai tujuannya..

PROSES, yang membuat kita semakin dewasa
PROSES, yang membuat kita semakin dapat menyikapi hidup
PROSES, yang membuat kita selalu belajar
PROSES dan PROSES...

karena Hidup adalah PROSES perubahan menuju yang lebih baik..
PERUBAHAN dapat terjadi bila kita bergerak dengan sesuatu yang positif..

jadi HIDUP adalah BERGERAK seperti air yang mengalir..
maka jika kita tak BERGERAK seperti air yang mengalir, berarti kita telah MATI..

tetapi hakikat dari MATI adalah MATInya HATI kita
----------------------------

Senin, 17 Mei 2010

Reposisi fraktur nasal

REPOSISI FRAKTUR NASAL

Introduksi

a. Definisi

Tindakan melakukan pengembalian dari fragmen tulang nasal yang mengalami patah tulang kembali ke kedudukan semula
b. Ruang lingkup

Fraktur nasal adalah fraktur pada os nasal akibat adanya ruda paksa

c. Indikasi operasi

Deformitas

d. Kontra indikasi operasi

Tidak ada kontra indikasi operasi fraktur nasal

e. Diagnosis banding:

Fraktur naso etmoidalis kompleks

Fraktur maksila

f. Pemeriksaan penunjang

foto nasal, untuk menyingkirkan diagnosis banding dengan foto waters

Teknik Operasi
Menjelang operasi:

Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi (Informed consent).

Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi. Instrumen yang digunakan untuk reduksi tertutup adalah elevator Boies atau Ballenger, forcep Asch dan Walsham.

Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi .

Antibiotika profilaksis, Cefazolin atau kombinasi Clindamycin dan Garamycin, dosis menyesuaikan untuk profilaksis.


I. REDUKSI TERTUTUP
Pembiusan

Dengan anestesi umum

Posisi pasien terlentang, dikerjakan di kamar operasi dengan anestesi general atau lokal.

Disinfeksi lapangan operasi dengan larutan hibitan-alkohol 70% 1:1000.

Lapangan operasi dipersempit dengan linen steril

Jarak antara tepi rongga hidung ke sudut nasofrontal diukur, kemudian instrumen dimasukkan sampai batas kurang 1 cm dari pengukuran tadi.

Fragmen yang depresi diangkat dengan elevator dalam arah berlawanan dari tenaga yang menyebabkan fraktur, biasanya kearah antero-lateral. Reposisi fraktur nasal dapat dilakukan dengan forsep Walsam, sedangkan untuk reposisi fraktur septun digunakan forsep Walsam.

Jangan terlalu ditekan (dibawah tulang hidung yang tebal dekat sutura nasofrontal) karena daerah ini jarang terjadi fraktur, lagipula bisa menyebabkan robekan mukosa dan perdarahan.

Reduksi disempurnakan dengan melakukan ‘molding’ fragmen sisa dengan menggunakan jari. Pada kasus fraktur dislokasi piramid bilateral, reduksi septum nasal yang tidak adekuat menyebabkan reposisi hidung luar tidak memuaskan.

Stabilisasi septum dengan splints Silastic, pasang tampon pada tiap lubang hidung dengan sofratul. Splints dengan menggunakan gips kupu-kupu. Tampon dilepas pada hari ke 3 paska reposisi.

Meskipun kebanyakan fraktur nasal dan septal dapat direduksi secara tertutup, beberapa hasilnya tidak optimal, disini penting merencanakan reduksi terbuka.


II. REDUKSI TERBUKA

Tahapan operasi:

Penderita dalam anestesi umum dengan pipa orotrakheal, posisi telentang dengan kepala sedikit ekstensi .

Desinfeksi lapangan operasi dengan larutan Hibitane dalam alkohol 70% 1: 1000, seluruh wajah terlihat .

Persempit lapangan operasi dengan menggunakan kain steril

Insisi pada kulit ada beberapa pilihan, melalui bekas laserasi yang sudah terjadi, insisi “H”, insisi bilateral Z, Vertikal midline, insisi bentuk “W”.

Insisi diperdalam sampai perios dan perdarahan yang terjadi dirawat.

Perios diinsisi , dengan rasparatorium kecil fragmen tulang dibebaskan.

Dilakukan pengeboran fragmen tulang dengan mata bor diameter 1 mm, tiap pengeboran lindungi dengan rasparatorium dan disemprot dengan aquadest steril.

Lakukan reposisi dan fiksasi antara kedua fragmen tulang dengan menggunakan kawat 03 atau 05, sesuaikan dengan kondisi fragmen tulang. Pada fraktur komunitif dapat dipertimbangkan penggunaaan bone graft.

Luka diirigasi dengan larutan garam faali.

Luka operasi dijahit lapis demi lapis, perios, lemak subkutan dijahit dengan vicryl atau dexon 03, kulit dijahit dengan dermalon 05.
Komplikasi operasi
Komplikasi awal/cepat

Mencakup keadaan edema, ekimosis, epistaksis, hematoma, infeksi dan kebocoran

liquor.

Hematom cukup serius dan membutuhkan drainase. Harus dicari adanya hematom septal pada setiap kasus trauma septal karena kondisi ini menyebabkan timbulnya infeksi sehingga kartilago septal hilang dan akhirnya terbentuk deformitas pelana. Hematom septal harus dicurigai jika didapati nyeri dan pembengkakan yang menetap; komplikasi ini perlu diperhatikan pada anak-anak. Splint silastic dapat digunakan untuk mencegah reakumulasi darah pada tempat hematom.

Epistaksis biasanya sembuh spontan tapi jika kambuh kembali perlu dikauter, tampon nasal atau ligasi pembuluh darah. Perdarahan anterior karena laserasi arteri etmoid anterior, cabang dari arteri optalmikus (sistem karotis interna). Perdarahan dari posterior dari arteri etmoid posterior atau dari arteri sfenopalatina cabang nasal lateral, dan mungkin perlu ligasi arteri maksila interna untuk menghentikannya. Jika menggunakan tampon nasal, tidak perlu terlalu banyak, karena dapat mempengaruhi suplai darah pada septum yang mengalami trauma sehingga menyebabkan nekrosis.

Infeksi tidak umum terjadi, tapi antibiotik profilaksis penting untuk pasien yang mempunyai penyakit kelemahan kronis, immuno-compromised dan dengan hematom septal.

Kebocoran liquor jarang dan disebabkan fraktur ‘cribriform plate’ atau dinding posterior sinus frontal. Kebocoran kulit cukup diobservasi selama 4 sampai 6 minggu dan biasanya terjadi penutupan spontan. Konsultasi bedah saraf.


Komplikasi lanjut

Komplikasi ini berupa obstruksi jalan nafas, fibrosis/kontraktur, deformitas sekunder, synechiae, hidung pelana dan perforasi septal. Penatalaksanaan terbaik dari komplikasi ini adalah dengan mencegah terjadinya komplikasi itu sendiri.
Mortalitas

Fraktur nasal saja tanpa perdarahan hebat dan aspirasi tidak mengakibatkan kematian



Perawatan Paska bedah

Infus Ringer Laktat / Dekstrose 5 % 1 : 4 dilanjutkan selama 1 hari

Antibitika profilaksis diteruskan setiap 8 jam , sampai 3 kali pemberian .

Analgetika diberikan kalau perlu

Penderita sadar betul boleh minum sedikit , sedikit

Bila 8 jam kemudian tidak apa apa boleh makan bubur ( lanjutkan 1 minggu )

Perhatikan posisi tidur , jangan sampai daerah operasi tertekan.

Rawat luka pada hari ke 2 - 3 , angkat jahitan hari ke-7.
Follow-Up

Tampon hidung dilepas hari 3-4

Splint septum dilepas hari 10

Gips kupu-kupu dilepas minggu ke-3
Kontrol tiap bulan selama 3 bulan

L.A.R

SIGMOIDEKTOMI, RESEKSI ANTERIOR, LOW RESEKSI ANTERIOR

a. Definisi

Suatu tindakan pembedahan dengan mengangkat kolon sigmoid dan sebagian dari rektum beserta pembuluh darah dan saluran limfe.

b. Ruang lingkup

Adanya tumor di sigmoid bersifat skirotik yg menimbulkan stenosis dan obstruksi. Pada tumor sigmoid sering terjadi stenosis atau obstruksi usus karena feses mulai padat . Karsinoma sigmoid dan rektum meyebabkan perubahan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmus serta perdarahan.

Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang terkait, antara lain : Patologi Anatomi, Radiologi.

c. Indikasi Operasi

- Untuk semua karsinoma kolon sigmoid dan rektum bagian atas yang bersifat operable

d. Kontra indikasi Operasi

- Umum

- Khusus (inoperabel)

e. Diagnosis Banding

- Amuboma

- Divertikulitis

- Radang granulamatous kolon sigmoid

- Inflamatory bowel disease

f. Pemeriksaan Penunjang

- Ba enema, foto thorak, kolonoskopi-biopsi, USG abdomen, CT scan.

Kolektomi Sigmoid = Sigmoidektomi

Reseksi tumor pada kolon sigmoid dapat dilaksanakan dengan melakukan ligasi dan pemotongan cabang sigmoid dan cabang hemoroidalis superior dari arteri mesenterika inferior. Umumnya tumor kolon sigmoid dilakukan reseksi diatas refleksi peritoneum dilanjutkan anastomosis antara kolon descenden dan rektosigmoid setinggi promontorium. Untuk menghindari tension anastomosis dilakukan pembebasan pada fleksura lienalis.

Reseksi anterior

Reseksi anterior diindikasikan untuk reseksi tumor pada rektosigmoid. Reseksi anterior dilakukan dengan memotong sigmoid dan proksimal rektum dengan melakukan ligasi dan memotong a. mesenterika inferior. Pada reseksi anterior dilakukan penyambungan antara kolon desenden dengan rectum diatas peritoneal reflection.

Low reseksi anterior.

Indikasi pembedahan untuk reseksi tumor pada proksimal rektum. Seperti tindakan reseksi anterior, pada low reseksi anterior penyambungan antara kolon desenden dengan rektum dilakukan dibawah peritoneal reflection.
Tehnik operasi

- Setelah penderita diberi narkose dengan endotrakeal, posisi telentang.

- Dilakukan desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian dipersempit dengan linen steril.

- Dibuat insisi mediana mulai 2 jari atas umbilikus sampai symfisis pubis. Insisi diperdalam sampai tampak peritoneum dan peritoneum dibuka secara tajam.

- Lesi pada kolon sigmoid dan rektum diinspeksi dan dipalpasi untuk menilai dapat tidaknya dilakukan pengangkatan tumor. Jika lesi diprediksi ganas, palpasi kelenjar limfe mesosigmoid dan hepar untuk melihat metastase (dilakukan staging tumor).

- Dengan menggunakan kasa besar, usus halus disisihkan agar ekspose dari kolon descenden dan kolon sigmoid tampak jelas.

- Peritoneum dibebaskan dari sigmoid pada kedua sisi dan terus dibebaskan kebawah . Indentifikasi dan isolasi ureter kanan- kiri dan pembuluh darah ovarium dan spermatika.

- Lipatan peritonum anterior rektum dibebaskan dan dipisahkan sampai dasar buli-2 atau serviks

- Rektum dibebaskan dari sisi anterior dan posterior dengan melakukan diseksi mesorektal. Diusahakan rektum dan mesorektum dalam keadaan utuh. A.hemoroidalis medius diikat dan dipotong untuk menambah mobilitas rektum.

- A. mesenterika inferior diikat dan dipotong pada ujungnya.

- Rektum pada distal tumor dan sigmoid pada proksimal tumor dipotong sesuai kaidah onkologi.

- Pastikan segmen proksimal cukup longgar dan tidak tegang pada saat anastomose. Bila terdapat ketegangan sisi lateral kolon desenden sampai fleksura lienalis dibebaskan untuk menambah mobilitas kolon desenden.

- Dilakukan penyambungan kolon desenden dengan rektum secara end to end.

- Perdarahan dirawat dan dilakukan peritonealisasi. Pada low reseksi anterior dianjurkan memasang rectal tube retroperitoneal untuk beberapa hari.

- Luka operasi ditutup lapis demi lapis.

- Spesimen tumor kolon diperiksakan secara patologi anatomi.
Komplikasi Operasi

- Kebocoran dari anastomosis, peritonitis, sepsis

- Perdarahan

- Cedera ureter

- Cedera pleksus saraf otonom pada pelvis.

Prognosis

Prognosis tergantung pada jenis penyakit yang mendasarinya.

Pada karsinoma sigmoid atau rektum prognosis tergantung pada stadium, jenis patologi dari tumor, komplikasi yang ditimbulkan dan penyakit lain yang mendasari (underlying disease).
Mortalitas

Angka kematian pada operasi kanker kolon sigmoid berkisar 3,9 % s/d 8,1 %
Perawatan Pasca Bedah

- Pertahankan masa gastrik tube 1-3 hari

- Diet peroral diberikan segera setelah saluran pencernaan berfungsi, dimulai dengan diet cair dan bertahap diberikan makanan lunak dan padat

- Mobilisasi sedini mungkin

- Kontrol rasa sakit seminimal mungkin
Follow-up

Untuk kasus karsinoma kolon sigmoid & rektum bagian atas:

· Pemeriksaan fisik termasuk colok dubur setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama, setiap 6 bulan dalam 3 tahun berikutnya.

· Pemeriksaan kadar CEA setiap 3 bulan untuk 2 tahun pertama dan setiap 6 bulan untuk 3 tahun berikutnya.

· Kolonoskopi 1 tahun pasca operasi, diulang 1 tahun berikutnya bila ditemukan abnomalitas atau 3 tahun berikutnya bila ditemukan normal.

· Pemeriksaan lainnya seperti CT scan, pemeriksaan fungsi liver dan Bone scan dilakukan bila ada indikasi.

· Pemeriksaan Ro. Thoraks setiap tahun.

Hysterektomi

Operasi pengangkatan kandungan (histerektomi) merupakan pilihan berat bagi seorang wanita. Pasalnya, tindakan medis ini menyebabkan kemandulan dan berbagai efek lainnya. Oleh karena itu, histerektomi hanya dilakukan pada penyakit-penyakit berat pada kandungan (uterus).

Banyak hal yang dapat 'memaksa' praktisi medis dan pasien untuk memilih tindakan pengangkatan kandungan. Fibroid atau mioma merupakan salah satu penyebab tersering. Penyebab lainnya adalah endometriosis, prolapsus uteri (uterus keluar melalui vagina), kanker (pada uterus, mulut rahim, atau ovarium), perdarahan per vaginam yang menetap, dan lain-lain.

Ada tiga macam tipe histerektomi, yaitu :

1. Histerektomi total (lengkap). Pada tipe ini, uterus diangkat bersama mulut rahim. Teknik ini paling banyak dilakukan.
2. Histerektomi subtotal (parsial). Hanya bagian atas uterus yang diangkat sedangkan mulut rahim dibiarkan ditempatnya.
3. Histerektomi radikal. Uterus, mulut rahim, bagian atas vagina, dan jaringan penyangga yang ada disekitarnya, semuanya diangkat. Jenis ini biasanya dilakukan pada beberapa kasus kanker.

Sedangkan cara operasi histerektomi juga terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Histerektomi abdominal, dimana pengangkatan kandungan dilakukan melalui irisan pada perut, baik irisan vertikal maupun horisontal (Pfanenstiel). Keuntungan teknik ini adalah dokter yang melakukan operasi dapat melihat dengan leluasa uterus dan jaringan sekitarnya dan mempunyai cukup ruang untuk melakukan pengangkatan uterus. Cara ini biasanya dilakukan pada mioma yang berukuran besar atau terdapat kanker pada uterus. Kekurangannya, teknik ini biasanya menimbulkan rasa nyeri yang lebih berat, menyebabkan masa pemulihan yang lebih panjang, serta menimbulkan jaringan parut yang lebih banyak.
2. Histerektomi vaginal, dilakukan melalui irisan kecil pada bagian atas vagina. Melalui irisan tersebut, uterus (dan mulut rahim) dipisahkan dari jaringan dan pembuluh darah di sekitarnya kemudian dikeluarkan melalui vagina. Prosedur ini biasanya digunakan pada prolapsus uteri. Kelebihan tindakan ini adalah kesembuhan lebih cepat, sedikit nyeri, dan tidak ada jaringan parut yang tampak.
3. Histerektomi laparoskopi. Teknik ini ada dua macam yaitu histeroktomi vagina yang dibantu laparoskop (laparoscopically assisted vaginal hysterectomy, LAVH) dan histerektomi supraservikal laparoskopi (laparoscopic supracervical hysterectomy, LSH). LAVH mirip dengan histerektomi vagnal, hanya saja dibantu oleh laparoskop yang dimasukkan melalui irisan kecil di perut untuk melihat uterus dan jaringan sekitarnya serta untuk membebaskan uterus dari jaringan sekitarnya. LSH tidak menggunakan irisan pada bagian atas vagina, tetapi hanya irisan pada perut. Melalui irisan tersebut laparoskop dimasukkan. Uterus kemudian dipotong-potong menjadi bagian kecil agar dapat keluar melalui lubang laparoskop. Kedua teknik ini hanya menimbulkan sedikit nyeri, pemulihan yang lebih cepat, serta sedikit jaringan parut.

Setelah histerektomi, siklus haid atau menstruasi akan berhenti dan wanita tidak dapat lagi hamil. Jika pada histerektomi juga dilakukan pengangkatan ovarium (indung telur), maka dapat timbul menopause dini.

Minggu, 11 April 2010

S O L

SPACE OCCUPYING LESIONS (SOL)
Kamisah Sualman
Fakultas Kedokteran Universitas Riau
DEFINISI
Space-Occupying Lesions pada otak umumnya berhubungan dengan malignansi
namun keadaan patologi lain meliputi Abses otak atau hematom. Adanya SOL
dalam otak akan memberikan gambaran seperti tumor, yang meliputi gejala umum
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial, perubahan tingkah
laku, false localizing sign serta kelainan tergantung pada lokasi tumor (true
localizing sign). Tumor juga dapat menyebabkan infiltrasi dan kerusakan pada
struktur organ yang penting seperti terjadinya obstruksi pada aliran LCS yang
menyebabkan hidrosefalus atau menginduksi angiogenesis dan edem otak.
GEJALA KLINIS
Gejala klinik umum
Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intracranial,
meliputi :
1. Nyeri kepala, merupakan gejala awal pada 20% pasien tumor yang kemudian
berkembang menjadi 60% . Nyeri kepala berat juga diperberat dengan oleh
perubahan posisi, batuk, manuever valsava dan aktivitas fisik. Muntah
ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% pasien. Nyeri kepala ipsilateral
pada tumor supratentorial sebanyak 80% dan terutama pada bagian frontal.
Tumor fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.
2. Muntah tanpa diawali dengan mual, mengindikasikan tumor yang luas dengan
efek massa tumor tersebut juga mengidikasikan adanya pergeseran otak.
3. Perubahan status mental, meliputi gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan
kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif yang terletak pada
lobus frontal atau temporal.
4. Ataksia dan gangguan keseimbangan.
5. Seizure, adalah gejala tumor yang berkembang lambat, paling sering terjadi
pada tumor di lobus frontal kemudian pada tumor lobus parietal dan temporal.
2
Gejala epilepsi yang muncul pertama kali pada usia pertengahan
mengindikasikan adanya suatu SOL.
6. Papil edem, dapat dinilai dengan ophthalmoskop. Pada keadaan awal tidak
menyebabkan hilangnya daya penglihatan, tetapi edem papil yang
berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan
pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
Gejala lokal yang menyesatkan dan tanda lateralisasi
Gejala lokal yang menyesatkan ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi
tumor yang sebenarnya. Sering disebabkan karena penigkatan tekanan
intrakranial, pergeseran dari struktur-struktur intrakranial atau iskemi. Gejalagejala
tersebut meliputi parese nervus VI, sindrom horner, gejala-gejala serebelum
belum mengindikasikan lokasinya di serebelum.
Gejala klinik lokal
Lobus temporal : depersonalisasi, perubahan emosi, gangguan tingkah
laku, disfasia, kejang , hemianopsia/quadrianopsia inferior homonym
kontralateral.
Lobus frontal : anosmia, dysphasia (Brocca), hemiparesis (contralateral)
Lobus parietal : hemisensory loss, gangguan diskrimani 2 titik.
Lobus oksipital : gangguan lapangan pandang kontalateral.
Cerebellopontine angle : acoustic neuroma, tinitus, tuli ipsilateral,
nystagmus, menurunnya refleks kornea, dan tanda cerebelar ipsilateral.
Corpus callosum : deteorisasi intelektual, kehilangan kemampuan
komunikasi.
Midbrain : pupil anisokor, gangguan pada saraf kranial.
ETIOLOGI
Penyebab dari SOL ini dapat berupa :
1. Malignansi
- Meliputi metastase, glioma, meningioma, adenoma pituitary, dan neuroma
akustik merupakan 95% dari seluruh tumor.
3
- Pada dewasa 2/3 dari tumor primer terletak supratentorial, tetapi pada
anak-anak 2/3 tumor terletak infratentorial.
- Tumor primer umumnya tidak melakukan metastasis dan sekitar 30%
tumor otak merupakan tumor metastasis dan 50% diantaranya adalah
tumor multipel.
SOL lain meliputi :
2. Hematoma , yang dapat disebabkan trauma.
3. Abses serebral.
4. Amubiasis serebral dan cystiserkosis.
5. Limfoma yang sering terjadi akibat infeksi HIV.
6. Granuloma dan tuberkuloma.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tergantung pada penyebab lesi:
Untuk tumor primer, jika memungkinkan dilakukan eksisi sempurna, namun
umumnya sulit dilakukan sehingga pilihan pada radioterapi dan kemoterapi,
namun jika tumor metastase pengobatan paliatif yang dianjurkan.
Hematom membutuhkan evakuasi.
Lesi infeksi membuthkan evakuasi dan terapi antibiotik.
Pengobatan lain yang diperlukan meliputi:
Deksametason yang dapat menurunkan edem serebral.
Manitol, untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial.
Antikonvulsan, sesuai gejala yang timbul.

sachse (internal uretrotomi)

Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan wanita, uretra mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh. Saluran uretra juga penting dalam proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi pria. Uretra pria berbentuk pipa yang menyerupai alat penyiram bunga.

Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya jaringan fibrotik pada dinding uretra.1,2 Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar dari tubuh. Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak komplikasi, dengan komplikasi terberat adalah gagal ginjal.3

Striktur uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada bagian dunia tertentu. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, karena uretra pada wanita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang melukai uretra dapat menyebabkan striktur. Orang dapat terlahir dengan striktur uretra, meskipun hal itu jarang terjadi.4

A. ANATOMI URETRA1,3,5,6

Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-buli sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra pria dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra posterior dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan bulbus uretra. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 ch, dan wanita 30 ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm maka lumen uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.

1. Uretra bagian anterior

Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah.

2. Uretra bagian posterior

Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang dikelilingi kelenjar prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat menahan kemih dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah dan dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra membranasea.

clip_image002

Gambar 1. Uretra Pria6

B. DEFINISI

Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya.7

C. ETIOLOGI

Striktur uretra dapat terjadi pada1,2,3,4,5,6,7,8,9

1. Kelainan Kongenital,

misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior

2. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia

3. Trauma,

misalnya fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea; trauma tumpul pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa, dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria; trauma langsung pada penis; instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati (iatrogenik) seperti pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah.

4. Post operasi,

beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.

5. Infeksi,

merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang sudah jarang akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur ini terletak di pars membranasea, walaupun juga terdapat pada tempat lain; infeksi chlamidia sekarang merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom.

D. PATOFISIOLOGI3,6,9

Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal. Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular.

Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang tidak sama dengan semula.

Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra.

E. DERAJAT PENYEMPITAN URETRA7

Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu derajat:

1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra

2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra

3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra

Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.

clip_image004

Gambar 2. Derajat Penyempitan Uretra7

F. GEJALA KLINIS

Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, inkontinensia, urin ya
ng menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urine. 1,2,3,4,9,10

G. PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan Fisik3

Anamnesa:

Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari penyebab striktur uretra.

Pemeriksaan fisik dan lokal:

Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di uretra, infiltrat, abses atau fistula.

2. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi

Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal3,10

Uroflowmetri

Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi. 3,7,10

Radiologi

Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi. 2,3,5,7,10

Instrumentasi

Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra.

Uretroskopi

Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse. 2,3,5,7

H. DIAGNOSIS

Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik. Diagnosis pasti striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan lokasi dan panjang striktur serta derajat penyempitan dari lumen uretra.3

I. PENATALAKSANAAN

Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun.10 Pasien yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika.3,7,10 Pengobatan striktur uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari striktur, serta derajat penyempitan lumen uretra.

Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah:

1. Bougie (Dilatasi)7,11

Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan periksa adanya glukosa dan protein dalam urin.

Tersedia beberapa jenis bougie (Gbr.4F). Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak.

Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis.

Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut (Gbr.3A-D). Kemudian lanjutkan dengan dilatasi menggunakan bougie lurus (Gbr.3E).

Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya.

Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk memasukkan bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan dan bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false passage). Perkecil kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan asepsis dan dengan penggunaan antibiotik.

clip_image006

Gambar 3. Dilatasi Uretra dengan Bougie




Gambar 3. Dilatasi uretra pada pasien pria. Melakukan dilatasi pada striktur tidak teratur dengan menggunakan bougie filiformis (A,B); begitu bougie filiformis berjalan melewati striktur (C,D), dilatasi progresif dapat dimulai (E).11
clip_image007

clip_image009

Gambar 4. Dilatasi uretra pada pasien pria (lanjutan). Bougie lurus dan bougie bengkok (F); dilatasi strikur anterior dengan sebuah bougie lurus (G); dilatasi dengan sebuah bougie bengkok (H-J).11

2. Uretrotomi interna

w Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau elektrokoter.

w Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra.

w Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi. 1,3,4,7

3. Uretrotomi eksterna3,7,12

w Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm.

w Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik.

Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari.

Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak, dilakukan pembuatan uretra baru.

w Uretroplasty dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya.

J. KOMPLIKASI3,7

Trabekulasi, sakulasi dan divertikel

Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.

Residu urine

Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak ada.

Refluks vesiko ureteral

Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.

Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal

Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.

Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.

Infiltrat urine, abses dan fistulasi

Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.

K. PENCEGAHAN1,4,10

w Menghindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis

w Tindakan transuretra dengan hati-hati, seperti pada pemasangan kateter

w Menghindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi penyakit menular seksual seperti gonorrhea, dengan jalan setia pada satu pasangan dan memakai kondom

w Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti infeksi dan gagal ginjal

L. PROGNOSIS

Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah dilakukan observasi selama satu tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.2,4,7

M. STRIKTUR URETRA PADA WANITA3

w Etiologi striktur pada wanita berbeda dengan laki-laki, etiologi striktura uretra pada wanita radang kronis. Biasanya di derita wanita usia diatas 40 tahun dengan sindroma sistitis berulang yaitu disuria, frekuensi dan urgensi.

w Diagnosis striktur uretra dibuat dengan bougie aboul’e, tanda khas dari pemeriksaan bougie aboul’e adalah pada waktu dilepas terdapat flik/hambatan.

w Pengobatan dari striktura uretra pada wanita dengan dilatasi, kalo gagal dengan otis uretrotomi.

Minggu, 28 Maret 2010


http://investama.biz/images/investamav2.gif