Selasa, 18 Mei 2010

setitik pesan dari sahabat

Sahabat..
hidup ini seperti air yang mengalir..
ia melewati berbagai hambatan..
namun air itu akan tetap akan melewati hambatan itu dengan sendirinya..

Sahabat..
hidup ini seperti air yang mengalir..
ia mempunyai tujuan, yaitu LAUT..
yang luas terhampar..
tapi sebelum sampai pada tujuannya ia harus melewati rintangan-rintangan serta hambatan..
bisa jadi hambatan itu akan menghadangnya didepan..
sehingga membuatnya harus menghancurkan hambatan itu.. (con: batu)

atau hambatan yang membuatnya hitam pekat, bau.. walaupun ia harus berjalan dengan lambatnya.. (perumpamaan HATI kita yang dipenuhi dengan maksiat padaNYA, dan dapat dihilangkan dengan taubat secara terus menerus sambil menyesali maksiat yang kita lakukan)
namun tetap sampailah ia ke LAUT..
--------
Sahabat..
itulah hidup bagaikan air yang mengalir..
IA (dibaca: ALLAH) tak perlu melihat cepat sampainya pada tujuan (LAUT, bagi kita SURGA)
namun yang IA lihat adalah proses untuk mencapai tujuannya..

PROSES, yang membuat kita semakin dewasa
PROSES, yang membuat kita semakin dapat menyikapi hidup
PROSES, yang membuat kita selalu belajar
PROSES dan PROSES...

karena Hidup adalah PROSES perubahan menuju yang lebih baik..
PERUBAHAN dapat terjadi bila kita bergerak dengan sesuatu yang positif..

jadi HIDUP adalah BERGERAK seperti air yang mengalir..
maka jika kita tak BERGERAK seperti air yang mengalir, berarti kita telah MATI..

tetapi hakikat dari MATI adalah MATInya HATI kita
----------------------------

Senin, 17 Mei 2010

Reposisi fraktur nasal

REPOSISI FRAKTUR NASAL

Introduksi

a. Definisi

Tindakan melakukan pengembalian dari fragmen tulang nasal yang mengalami patah tulang kembali ke kedudukan semula
b. Ruang lingkup

Fraktur nasal adalah fraktur pada os nasal akibat adanya ruda paksa

c. Indikasi operasi

Deformitas

d. Kontra indikasi operasi

Tidak ada kontra indikasi operasi fraktur nasal

e. Diagnosis banding:

Fraktur naso etmoidalis kompleks

Fraktur maksila

f. Pemeriksaan penunjang

foto nasal, untuk menyingkirkan diagnosis banding dengan foto waters

Teknik Operasi
Menjelang operasi:

Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi (Informed consent).

Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi. Instrumen yang digunakan untuk reduksi tertutup adalah elevator Boies atau Ballenger, forcep Asch dan Walsham.

Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi .

Antibiotika profilaksis, Cefazolin atau kombinasi Clindamycin dan Garamycin, dosis menyesuaikan untuk profilaksis.


I. REDUKSI TERTUTUP
Pembiusan

Dengan anestesi umum

Posisi pasien terlentang, dikerjakan di kamar operasi dengan anestesi general atau lokal.

Disinfeksi lapangan operasi dengan larutan hibitan-alkohol 70% 1:1000.

Lapangan operasi dipersempit dengan linen steril

Jarak antara tepi rongga hidung ke sudut nasofrontal diukur, kemudian instrumen dimasukkan sampai batas kurang 1 cm dari pengukuran tadi.

Fragmen yang depresi diangkat dengan elevator dalam arah berlawanan dari tenaga yang menyebabkan fraktur, biasanya kearah antero-lateral. Reposisi fraktur nasal dapat dilakukan dengan forsep Walsam, sedangkan untuk reposisi fraktur septun digunakan forsep Walsam.

Jangan terlalu ditekan (dibawah tulang hidung yang tebal dekat sutura nasofrontal) karena daerah ini jarang terjadi fraktur, lagipula bisa menyebabkan robekan mukosa dan perdarahan.

Reduksi disempurnakan dengan melakukan ‘molding’ fragmen sisa dengan menggunakan jari. Pada kasus fraktur dislokasi piramid bilateral, reduksi septum nasal yang tidak adekuat menyebabkan reposisi hidung luar tidak memuaskan.

Stabilisasi septum dengan splints Silastic, pasang tampon pada tiap lubang hidung dengan sofratul. Splints dengan menggunakan gips kupu-kupu. Tampon dilepas pada hari ke 3 paska reposisi.

Meskipun kebanyakan fraktur nasal dan septal dapat direduksi secara tertutup, beberapa hasilnya tidak optimal, disini penting merencanakan reduksi terbuka.


II. REDUKSI TERBUKA

Tahapan operasi:

Penderita dalam anestesi umum dengan pipa orotrakheal, posisi telentang dengan kepala sedikit ekstensi .

Desinfeksi lapangan operasi dengan larutan Hibitane dalam alkohol 70% 1: 1000, seluruh wajah terlihat .

Persempit lapangan operasi dengan menggunakan kain steril

Insisi pada kulit ada beberapa pilihan, melalui bekas laserasi yang sudah terjadi, insisi “H”, insisi bilateral Z, Vertikal midline, insisi bentuk “W”.

Insisi diperdalam sampai perios dan perdarahan yang terjadi dirawat.

Perios diinsisi , dengan rasparatorium kecil fragmen tulang dibebaskan.

Dilakukan pengeboran fragmen tulang dengan mata bor diameter 1 mm, tiap pengeboran lindungi dengan rasparatorium dan disemprot dengan aquadest steril.

Lakukan reposisi dan fiksasi antara kedua fragmen tulang dengan menggunakan kawat 03 atau 05, sesuaikan dengan kondisi fragmen tulang. Pada fraktur komunitif dapat dipertimbangkan penggunaaan bone graft.

Luka diirigasi dengan larutan garam faali.

Luka operasi dijahit lapis demi lapis, perios, lemak subkutan dijahit dengan vicryl atau dexon 03, kulit dijahit dengan dermalon 05.
Komplikasi operasi
Komplikasi awal/cepat

Mencakup keadaan edema, ekimosis, epistaksis, hematoma, infeksi dan kebocoran

liquor.

Hematom cukup serius dan membutuhkan drainase. Harus dicari adanya hematom septal pada setiap kasus trauma septal karena kondisi ini menyebabkan timbulnya infeksi sehingga kartilago septal hilang dan akhirnya terbentuk deformitas pelana. Hematom septal harus dicurigai jika didapati nyeri dan pembengkakan yang menetap; komplikasi ini perlu diperhatikan pada anak-anak. Splint silastic dapat digunakan untuk mencegah reakumulasi darah pada tempat hematom.

Epistaksis biasanya sembuh spontan tapi jika kambuh kembali perlu dikauter, tampon nasal atau ligasi pembuluh darah. Perdarahan anterior karena laserasi arteri etmoid anterior, cabang dari arteri optalmikus (sistem karotis interna). Perdarahan dari posterior dari arteri etmoid posterior atau dari arteri sfenopalatina cabang nasal lateral, dan mungkin perlu ligasi arteri maksila interna untuk menghentikannya. Jika menggunakan tampon nasal, tidak perlu terlalu banyak, karena dapat mempengaruhi suplai darah pada septum yang mengalami trauma sehingga menyebabkan nekrosis.

Infeksi tidak umum terjadi, tapi antibiotik profilaksis penting untuk pasien yang mempunyai penyakit kelemahan kronis, immuno-compromised dan dengan hematom septal.

Kebocoran liquor jarang dan disebabkan fraktur ‘cribriform plate’ atau dinding posterior sinus frontal. Kebocoran kulit cukup diobservasi selama 4 sampai 6 minggu dan biasanya terjadi penutupan spontan. Konsultasi bedah saraf.


Komplikasi lanjut

Komplikasi ini berupa obstruksi jalan nafas, fibrosis/kontraktur, deformitas sekunder, synechiae, hidung pelana dan perforasi septal. Penatalaksanaan terbaik dari komplikasi ini adalah dengan mencegah terjadinya komplikasi itu sendiri.
Mortalitas

Fraktur nasal saja tanpa perdarahan hebat dan aspirasi tidak mengakibatkan kematian



Perawatan Paska bedah

Infus Ringer Laktat / Dekstrose 5 % 1 : 4 dilanjutkan selama 1 hari

Antibitika profilaksis diteruskan setiap 8 jam , sampai 3 kali pemberian .

Analgetika diberikan kalau perlu

Penderita sadar betul boleh minum sedikit , sedikit

Bila 8 jam kemudian tidak apa apa boleh makan bubur ( lanjutkan 1 minggu )

Perhatikan posisi tidur , jangan sampai daerah operasi tertekan.

Rawat luka pada hari ke 2 - 3 , angkat jahitan hari ke-7.
Follow-Up

Tampon hidung dilepas hari 3-4

Splint septum dilepas hari 10

Gips kupu-kupu dilepas minggu ke-3
Kontrol tiap bulan selama 3 bulan

L.A.R

SIGMOIDEKTOMI, RESEKSI ANTERIOR, LOW RESEKSI ANTERIOR

a. Definisi

Suatu tindakan pembedahan dengan mengangkat kolon sigmoid dan sebagian dari rektum beserta pembuluh darah dan saluran limfe.

b. Ruang lingkup

Adanya tumor di sigmoid bersifat skirotik yg menimbulkan stenosis dan obstruksi. Pada tumor sigmoid sering terjadi stenosis atau obstruksi usus karena feses mulai padat . Karsinoma sigmoid dan rektum meyebabkan perubahan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmus serta perdarahan.

Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang terkait, antara lain : Patologi Anatomi, Radiologi.

c. Indikasi Operasi

- Untuk semua karsinoma kolon sigmoid dan rektum bagian atas yang bersifat operable

d. Kontra indikasi Operasi

- Umum

- Khusus (inoperabel)

e. Diagnosis Banding

- Amuboma

- Divertikulitis

- Radang granulamatous kolon sigmoid

- Inflamatory bowel disease

f. Pemeriksaan Penunjang

- Ba enema, foto thorak, kolonoskopi-biopsi, USG abdomen, CT scan.

Kolektomi Sigmoid = Sigmoidektomi

Reseksi tumor pada kolon sigmoid dapat dilaksanakan dengan melakukan ligasi dan pemotongan cabang sigmoid dan cabang hemoroidalis superior dari arteri mesenterika inferior. Umumnya tumor kolon sigmoid dilakukan reseksi diatas refleksi peritoneum dilanjutkan anastomosis antara kolon descenden dan rektosigmoid setinggi promontorium. Untuk menghindari tension anastomosis dilakukan pembebasan pada fleksura lienalis.

Reseksi anterior

Reseksi anterior diindikasikan untuk reseksi tumor pada rektosigmoid. Reseksi anterior dilakukan dengan memotong sigmoid dan proksimal rektum dengan melakukan ligasi dan memotong a. mesenterika inferior. Pada reseksi anterior dilakukan penyambungan antara kolon desenden dengan rectum diatas peritoneal reflection.

Low reseksi anterior.

Indikasi pembedahan untuk reseksi tumor pada proksimal rektum. Seperti tindakan reseksi anterior, pada low reseksi anterior penyambungan antara kolon desenden dengan rektum dilakukan dibawah peritoneal reflection.
Tehnik operasi

- Setelah penderita diberi narkose dengan endotrakeal, posisi telentang.

- Dilakukan desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian dipersempit dengan linen steril.

- Dibuat insisi mediana mulai 2 jari atas umbilikus sampai symfisis pubis. Insisi diperdalam sampai tampak peritoneum dan peritoneum dibuka secara tajam.

- Lesi pada kolon sigmoid dan rektum diinspeksi dan dipalpasi untuk menilai dapat tidaknya dilakukan pengangkatan tumor. Jika lesi diprediksi ganas, palpasi kelenjar limfe mesosigmoid dan hepar untuk melihat metastase (dilakukan staging tumor).

- Dengan menggunakan kasa besar, usus halus disisihkan agar ekspose dari kolon descenden dan kolon sigmoid tampak jelas.

- Peritoneum dibebaskan dari sigmoid pada kedua sisi dan terus dibebaskan kebawah . Indentifikasi dan isolasi ureter kanan- kiri dan pembuluh darah ovarium dan spermatika.

- Lipatan peritonum anterior rektum dibebaskan dan dipisahkan sampai dasar buli-2 atau serviks

- Rektum dibebaskan dari sisi anterior dan posterior dengan melakukan diseksi mesorektal. Diusahakan rektum dan mesorektum dalam keadaan utuh. A.hemoroidalis medius diikat dan dipotong untuk menambah mobilitas rektum.

- A. mesenterika inferior diikat dan dipotong pada ujungnya.

- Rektum pada distal tumor dan sigmoid pada proksimal tumor dipotong sesuai kaidah onkologi.

- Pastikan segmen proksimal cukup longgar dan tidak tegang pada saat anastomose. Bila terdapat ketegangan sisi lateral kolon desenden sampai fleksura lienalis dibebaskan untuk menambah mobilitas kolon desenden.

- Dilakukan penyambungan kolon desenden dengan rektum secara end to end.

- Perdarahan dirawat dan dilakukan peritonealisasi. Pada low reseksi anterior dianjurkan memasang rectal tube retroperitoneal untuk beberapa hari.

- Luka operasi ditutup lapis demi lapis.

- Spesimen tumor kolon diperiksakan secara patologi anatomi.
Komplikasi Operasi

- Kebocoran dari anastomosis, peritonitis, sepsis

- Perdarahan

- Cedera ureter

- Cedera pleksus saraf otonom pada pelvis.

Prognosis

Prognosis tergantung pada jenis penyakit yang mendasarinya.

Pada karsinoma sigmoid atau rektum prognosis tergantung pada stadium, jenis patologi dari tumor, komplikasi yang ditimbulkan dan penyakit lain yang mendasari (underlying disease).
Mortalitas

Angka kematian pada operasi kanker kolon sigmoid berkisar 3,9 % s/d 8,1 %
Perawatan Pasca Bedah

- Pertahankan masa gastrik tube 1-3 hari

- Diet peroral diberikan segera setelah saluran pencernaan berfungsi, dimulai dengan diet cair dan bertahap diberikan makanan lunak dan padat

- Mobilisasi sedini mungkin

- Kontrol rasa sakit seminimal mungkin
Follow-up

Untuk kasus karsinoma kolon sigmoid & rektum bagian atas:

· Pemeriksaan fisik termasuk colok dubur setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama, setiap 6 bulan dalam 3 tahun berikutnya.

· Pemeriksaan kadar CEA setiap 3 bulan untuk 2 tahun pertama dan setiap 6 bulan untuk 3 tahun berikutnya.

· Kolonoskopi 1 tahun pasca operasi, diulang 1 tahun berikutnya bila ditemukan abnomalitas atau 3 tahun berikutnya bila ditemukan normal.

· Pemeriksaan lainnya seperti CT scan, pemeriksaan fungsi liver dan Bone scan dilakukan bila ada indikasi.

· Pemeriksaan Ro. Thoraks setiap tahun.

Hysterektomi

Operasi pengangkatan kandungan (histerektomi) merupakan pilihan berat bagi seorang wanita. Pasalnya, tindakan medis ini menyebabkan kemandulan dan berbagai efek lainnya. Oleh karena itu, histerektomi hanya dilakukan pada penyakit-penyakit berat pada kandungan (uterus).

Banyak hal yang dapat 'memaksa' praktisi medis dan pasien untuk memilih tindakan pengangkatan kandungan. Fibroid atau mioma merupakan salah satu penyebab tersering. Penyebab lainnya adalah endometriosis, prolapsus uteri (uterus keluar melalui vagina), kanker (pada uterus, mulut rahim, atau ovarium), perdarahan per vaginam yang menetap, dan lain-lain.

Ada tiga macam tipe histerektomi, yaitu :

1. Histerektomi total (lengkap). Pada tipe ini, uterus diangkat bersama mulut rahim. Teknik ini paling banyak dilakukan.
2. Histerektomi subtotal (parsial). Hanya bagian atas uterus yang diangkat sedangkan mulut rahim dibiarkan ditempatnya.
3. Histerektomi radikal. Uterus, mulut rahim, bagian atas vagina, dan jaringan penyangga yang ada disekitarnya, semuanya diangkat. Jenis ini biasanya dilakukan pada beberapa kasus kanker.

Sedangkan cara operasi histerektomi juga terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Histerektomi abdominal, dimana pengangkatan kandungan dilakukan melalui irisan pada perut, baik irisan vertikal maupun horisontal (Pfanenstiel). Keuntungan teknik ini adalah dokter yang melakukan operasi dapat melihat dengan leluasa uterus dan jaringan sekitarnya dan mempunyai cukup ruang untuk melakukan pengangkatan uterus. Cara ini biasanya dilakukan pada mioma yang berukuran besar atau terdapat kanker pada uterus. Kekurangannya, teknik ini biasanya menimbulkan rasa nyeri yang lebih berat, menyebabkan masa pemulihan yang lebih panjang, serta menimbulkan jaringan parut yang lebih banyak.
2. Histerektomi vaginal, dilakukan melalui irisan kecil pada bagian atas vagina. Melalui irisan tersebut, uterus (dan mulut rahim) dipisahkan dari jaringan dan pembuluh darah di sekitarnya kemudian dikeluarkan melalui vagina. Prosedur ini biasanya digunakan pada prolapsus uteri. Kelebihan tindakan ini adalah kesembuhan lebih cepat, sedikit nyeri, dan tidak ada jaringan parut yang tampak.
3. Histerektomi laparoskopi. Teknik ini ada dua macam yaitu histeroktomi vagina yang dibantu laparoskop (laparoscopically assisted vaginal hysterectomy, LAVH) dan histerektomi supraservikal laparoskopi (laparoscopic supracervical hysterectomy, LSH). LAVH mirip dengan histerektomi vagnal, hanya saja dibantu oleh laparoskop yang dimasukkan melalui irisan kecil di perut untuk melihat uterus dan jaringan sekitarnya serta untuk membebaskan uterus dari jaringan sekitarnya. LSH tidak menggunakan irisan pada bagian atas vagina, tetapi hanya irisan pada perut. Melalui irisan tersebut laparoskop dimasukkan. Uterus kemudian dipotong-potong menjadi bagian kecil agar dapat keluar melalui lubang laparoskop. Kedua teknik ini hanya menimbulkan sedikit nyeri, pemulihan yang lebih cepat, serta sedikit jaringan parut.

Setelah histerektomi, siklus haid atau menstruasi akan berhenti dan wanita tidak dapat lagi hamil. Jika pada histerektomi juga dilakukan pengangkatan ovarium (indung telur), maka dapat timbul menopause dini.